- Pakaian Adat Gorontalo
Setiap daerah mempunyai pakaian adat
istiadat masing-masing sebagai ciri tersendiri. Pakaian adat biasanya digunakan
pada acara-acara tertentu, misalnya yang lebih dominan, pakaian adat digunakan
pada acara pernikahan atau khitanan sebagai salah satu melestarikan adat
istiadat. Biasanya dalam acara pernikahan, pakaian antara laki-laki dibedakan,
mulai dari bentuk, hingga hiasannya.
Salah satu pakaian
adat adat yang unik adalah pakaian adat istiadat daerah Gorontalo. Dalam acara
pernikahan pakaian daerah khas Gorontalo disebut Biliu (pakaian
pengantin putri) dan Mukuta (pakaian pengantin putra). Pakaian adat
Gorontalo umumnya mempunyai tiga warna dan memiliki arti tertentu yaitu warna
ungu, warna kuning keemasan, dan warna hijau. Selain itu dalam upacara
pernikahan adat Gorontalo, masyarakat hanya menggunakan empat warna utama,
yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat
Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab, warna hijau bermakna
kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan, warna kuning emas bermakna
kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran, sedangkan warna ungu bermakna
keanggunanan dan kewibawaan.
Jika masyarakat
Gorontalo ingin mengenakan pakaian yang berwarna gelap, maka masyarakat lebih
suka memakai warna hitam yang melambangkanketeguhan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan warna putih yang melambangkan kesucian atau kedukaan.
Karena itu, masyarakat Gorontalo lebih suka mengenakan warna putih bila pergi
ke tempat perkabungan atau kedukaan atau ke tempat ibadah. Pada umumnya kurang
suka dengan pakaian berwarna coklat karena coklat yang melambangkan tanah.
Selain itu warna
biru muda sering dikenakan pada saat peringatan 40 hari duka, sedangkan biru
tua dikenakan pada peringatan 100 hari duka.Dari pandangan terhadap warna
tersebut, maka pada hiasan untuk upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya
menggunakan empat warna utama juga, yakni warna merah, hijau, kuning emas, dan
ungu.
Pada acara
pernikahan, pengantin mengenakan pakaian adat yang disebut Wolimomo dan
Payungga dan kamar rias pengantin pria disebut Huwali Lo Humbiya. Paluwala
artinya polunete unggala to delemo pohala, yakni suatu ikatan keluarga pada
keluarga besar: Duluwo lou limo lo pohala Gorontalo, Limboto, Suwawa, Bolango,
dan Atinggola. Sedangkan Biliu berasal dari kata Biluwato artinya yang
diangkat, yakni sang gadis diangkat dengan memperlihatkan ayuwa (sikap)
dan popoli (tingkah laku), termasuk sifat dan pembawaanya di
lingkungan keluarga. Pakaian ini dipakai pada waktu pengantin duduk bersanding
di pelaminan yang disebut pua ade atau tempat pelaminan. Kemudian pengantin
mengenakan pakaian Madipungu dan Payunga Tilambio, yaitu pakaian pengantin
wanita tanpa Bayalo Boa Ute atau hiasan kepala, cukup pakai konde dengan hiasan
sunthi dan pria memakai Payunga Tilambi.
Dalam adat
pernikahan Gorontalo sebelum dilaksanakan acara Dutu, di mana kerabat pengantin
pria akan mengantarkan harta dengan membawakan buah-buahan, seperti buah jeruk,
nangka, nenas, dan tebu, Buah-buah tersebut memiliki makna tersendiri, misalnya
buah jeruk bermakna bahwa pengantin harus merendahkan diri, duri jeruk bermakna
bahwa pengantin harus menjaga diri, dan rasanya yang manis bermakna bahwa
pengantin harus menjaga tata krama atau bersifat manis supaya disukai orang.
Nenas, durinya juga bermakna bahwa pengantin harus menjaga diri, dan begitu
pula rasanya yang manis. Nangka dalam bahasa Gorontalo Langge lo oto, yang
berbau harum dan berwarna kuning emas mempunyai arti bahwa pengantin tersebut
harus memiliki sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna kuning
bermakna bahwa pengantin harus menjadi orang yang disukai dan teguh dalam
pendirian.
- Pakaian Adat Sulawesi Selatan (Baju Bodo)
PAKAIAN
ADAT SULAWESI SELATAN. Makassar, Mandar, dan Bugis (Sulawesi Salatan),
memiliki salah satu produk budaya yang dibanggakan dan telah menjadi ikon
provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Baju Bodo. Bodo Gesung merupakan sebutan lain
dari Baju Bodo. Bodo Gesung sendiri artinya baju yang berlengan pendek dan
menggelembun karena pada bagian punggungnya menggelembung. Di antara busana
adat yang dimiliki Sulawesi Selatan, Baju Bodo merupakan baju yang paling tua
usianya.
Seperti pakaian adat provinsi di pulau Sulawesi, baju bodo
terdiri dari blus sebagai pakaian bagian atas dan sarung sebagai pakaian bagian
bawahnya. Sementara blusnya terdiri dari jenis baju Bodo dan baju Labbu. Baju
Labbu merupakan baju Bodo berlengan panjang. Baju Bodo seperti telah dijelaskan
di awal termasuk busana tradisional Indonesia yang tergolong jenis busana
kutang pada bagian blusnya dan busana bungkus pada bagian sarungnya.
Tekstil telah dikenal oleh masyarakat Sulawesi sejaka zaman batu
muda. Namun perubahan sosial yang terjadi membawa perubahan pada seluruh segi
kehidupan, maka muncullah masyarakat terorganisasi dengan segala bentuk
peraturan. Ikatan kerja sama seperti membuat kerajinan tangan sebagai perhiasan
seperti gelang dan kalung, menenun pakaian dari bahan tekstil dan membuat
periuk belanga mulai dilakukan masyarakat pada waktu itu.
Kententuan atau tata cara berbusana pada masyarakat Sulawesi
telah diatur dalam sebauh kitab suci, yaitu Patuntung atau tuntunan yang
merupakan pedoman dalam menajalankan kaidah kerohanian. Selain itu, kita suci
tersebut berisi matera untuk pengobatan, mandi dan pernikahan. Kitab suci
tersebut berasal dari warisan kepercayaan asli, yaitu animism dan dinamisme
sebagai system religi dan agama serta kepercayaan yang benar yang terbagi ke
dalam Toani Tolotang, Patutung dan Aluk Todolo.
Pada awalnya baju bodo terbuat dari kain kasa merah atau hitam rangkap dua dan dikanji. Panjangnya hingga ke tana, sehingga merupakan dua kali panjang busana dengan lebar kurang lebih satu meter. Kain itu kemudian dilipat menurut panjangnya. Kedua sisanya dijahit, lalu disiskan 12 cm sebagai lubang lengan. Agar menggelembung bagian lubang lengan waktu memakainya agak disingsingkan. Sarung tidak diikat pada pinggang namun hanya dipegang saja dengan tangan kiri.
Pada awalnya baju bodo terbuat dari kain kasa merah atau hitam rangkap dua dan dikanji. Panjangnya hingga ke tana, sehingga merupakan dua kali panjang busana dengan lebar kurang lebih satu meter. Kain itu kemudian dilipat menurut panjangnya. Kedua sisanya dijahit, lalu disiskan 12 cm sebagai lubang lengan. Agar menggelembung bagian lubang lengan waktu memakainya agak disingsingkan. Sarung tidak diikat pada pinggang namun hanya dipegang saja dengan tangan kiri.
Bentuk segi emat merupakan ciri khas dari Baju bodo. Ciri khas
lainnya ialah bahwa Baju Bodo tidak berlengan, sisi samping blus dijahit,
bentuk bagaian badan blus menggelembung, bagian atas dilubangi untuk memasukan
kepala yang sekaligus juga merupakan garis untuk lubang leher, tidak memiliki
sambungan jahitan pada bagian bahu, memakai hiasan berupa kepingan-kepingan
logam berbentuk bulat berwarna emas di seluruh pinggiran dan permukaan blus.
Ada peraturan mengenai pemakaian baju bodo. Masing-masing warna
manunjukkan tingkat usia perempuan yang mengenakannya. Misalnya, warna jingga
hanya dipakai oleh perempuan umur 10 tahun. Warna jingga dan merah darah
digunakan oleh perempuan umur 10-14 tahun. Warna merah darah untuk 17-25 tahun.
Warna putih digunakan oleh para inang dan dukun. Warna hijau diperuntukkan bagi
puteri bangsawan. Warna ungu dipakai oleh para janda.
Dahulu Baju Bodo kerap digunakan sebagai pakaian pesta, misalnya
pada pesta pernikahan. Jauh sebelumnya lagi, Baju Bodo kerap digunakan dalam
upacara kematian dan perayaan. Akibat perubahan zaman, pemakaian Baju Bodo
sudah mulai terkikis. Baju bodo kian terpinggirkan. Orang-orang lebih memilih
kebaya modern, gaun malam, atau busana-busana yang terkesan modis dan lebih
simple.
Namun, baju bodo tidak sepenuhnya kehingan tempat di hati masyarakat Sulawesi Selatan. Baju Bodo masih tetap digunakan oleh mempelai pengantin di resepsi atau akad nikah.
Namun, baju bodo tidak sepenuhnya kehingan tempat di hati masyarakat Sulawesi Selatan. Baju Bodo masih tetap digunakan oleh mempelai pengantin di resepsi atau akad nikah.
- PAKAIAN TRADISIONAL LAMPUNG
Masyarakat Ulun Lampung adalah penghasil berbagai kerajinan
tradisional, salah satu yang paling popular adalah Kain Tapis Lampung. Kain Tapis Lampung merupakan kain sarung yang
terbuat dari tenunan benang kapas yang dihiasi dengan motif sulaman dari benang
sugi, benang perak atau benang emas. Selain menjadi hasil kerajinan khas
lampung, kain ini juga menjadi bahan dasar dari pakaian adat lampung. Kain ini
mencirikan kekhasan orang Lampung, sehingga selalu dipakai sebagai kelengkapan
pakaian adat Lampung.
Pakaian adat Lampung sendiri terdiri dari bebarapa komponen.
Untuk para kaum lelaki, pakaian terdiri dari ikat kepala (kikat) atau kopiah,
kawai sebagai penutup badan yang terbuat dari bahan kain tetoron atau belacu
berwarna terang tapi sekarang sudah mengalami modifikasi menjadi berbentuk
kemeja (kamija) yang
disebut dengan kawai kamija. Untuk menutupi bagian bawah dikenakan senjang
yaitu kain yang dibuat dari kain Samarinda, Bugis atau Batik Jawa. Namun,
sekarang lebih banyak digunakan celana (celanou)sebagai pengganti senjang. . Untuk mempererat ikatan kain (senjang) dan celana di pinggang
laki-laki digunakan bebet (ikat
pinggang). Laki-laki Lampung biasanya menggunakan selikap atau kain selendang
yang dipakai untuk penahan panas atau dingin yang dililitkan di leher.
Kelengkapan busana ini biasa digunakan pada saat acara-acara resmi seperti
pernikah dan acara adat. Sementara untuk sehari-hari para lelaki hanya
menggunakan ikat kepala (kikat).
Untuk pakaian adat tardisional kaum perempuan Lampung terdiri
dari lawai kurung sebagai penutup badan yang berbentuk seperti baju kurung dan
terbuat dari bahan tipis atau sutera di tepi muka serta lengannya dihiasi
rajutan renda halus. Untuk menutupi bagian bawah para wanita juga menggunakan
senjang atau cawol (kain tapis) serta
setagen untuk mempererat ikatan. Sebagai kain dikenakan senjang atau cawol,
sedangkan wanitanya menggunakan setagen. Kaum perempuan biasanya melengkapi
penampilannya dengan menyanggul rambutnya (belatung buwok). Keunikan dari sanggul ini terdapat pada cara
menyanggul rambut ini yang dilakukan dengan merajut benang hitam halus untuk
melilit rambut asli yang disatukan dengan rambut tambahan kemudian ditusuk
dengan bunga kawat atau kembang goyang. Sementara sebagai pakaian keseharian
perempuan lampung hanya menggunakan kanduk/kakambut atau kudung yang dililitkan
di kepala, bahannya terbuat dari kain sutera. Kain ini juga bisa digunakan
untuk menggendong bayi.
Khusus dalam upacara perkawinan, pakaian yang dipakai pengantin
perempuan adalah kebaya (kebayou) yang terbuat dari kain beludru dengan motif
sulaman benang emas dan senjang (atau cawol) yang terbuat dari kain tapis
berhiaskan sulaman benang emas dengan hiasan siger. Sedangakan sebagai
aksesoris dikenakan siger yang terbuat dari lempengan kuningan dengan
berhiaskan rangkaian bunga. Siger ini berlekuk ruji tajam, jumlahnya sembilan
lekukan di depan dan di belakang (siger tarub) dalam setiap lekukan terdapat
hiasan bunga cemara dari kuningan (beringin tumbuh). Di puncak siger terdapat
hiasan serenja bulan atau kembang hias yang menyerupai mahkota berjumlah satu
sampai tiga buah yang memiliki lengkungan yang beruji tajam dan bagian atasnya
berhiaskan bunga. Badan pengantin pun ditutupi lagi dengan sesapur, yaitu baju
kurung bewarna putih, baju ini tidak berangkai pada sisinya dan di tepi bagian
bawah berhias uang perak yang digantungkan berangkai (rambai ringgit). Kain
yang dipakai adalah kain tapis dewo sanow (kain tapis dewasana). Kain ini
terbuat dari bahan katun bersulam emas dengan motif tumpal atau pucuk rebung.
Pinggang mempelai wanita dilingkari bulu serti atau sejenis ikat pinggang yang
terbuat dari kain beludru berlapis kain merah. Bagian atasnya berhiasakan
kuningan yang berbentuk bulatan kecil-kecil. Di bawah bulu serti dikenakan
pending, yaitu ikat pinggang dari uang ringgitan Belanda yang di bagian atasnya
bergambar ratu Wihelmina. Aksesoris lainnya adalah mulan temanggal atau kalung
yang berbentuk tanduk ntanpa motif terbuat dari kuningan, uang Arab dinar di
gantungkan di atas sesapur tepat di atas perut yang dikaitkan dengan penitik,
kemudian buah jukum yaitu hiasan berbentuk buah-buah kecil di atas kain yang
dirangkai menjadi kalung untaian bunga dan dipakai melingkar mulai dari bahu ke
bagian perut sampai ke belakang, serta gelang burung yang dipakai pada kedua
lengan atu bahu, di bagian atas direkatkan bebe, yaitu sulaman kain halus yang
berlubang-lubang dan gelang kana yang dipakai di lengan atas dan bawah.
Sementara pengantin laki-laki memakai kopiyah mas sebagai mahkota, berbentuk
bulat ke atas dengan ujung beruji tajam. Bahannya sendiri terbuat dari kuningan
dengan hiasan karangan bunga. Badan pengantin pria ditutup dengan sesapur warna
putih berlengan panjang. Bagian bawah ditutup dengan celanou (celana) panjang
dengan warna sama dengan warna baju. Pada pinggang dibalutkan tapis bersulam
benang emas penuh diikat dengan pending, bagian dada dilibatkan selendang sutra
yang disulam dengan benang emas membentuk silang limar. Perlengkapan lain yang
menghiasi pengantin pria sama seperti yang dikenakan oleh mempelai wanita.
Setiap kebudayaan yang ada dan berkembang di setiap daerah pasti
memiliki nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, begitupun pakaian
adat Lampung. Dalam pemakaian baju adat Lampung penggunaan kain tapis menjadi
bagian paling penting yang tidak boleh terlewatkan. Hal ini adalah sebagai
bentuk manifestasi keluhuran adat istiadat masyarakat ulun lampung yang
dicirikan dengan kain tapis sebagai bentuk kearifan local. Selain itu, kain
tapis juga mengandung nilai filosofis yang kuat pada setiap motifnya. Secara
umum, kain tapis menyimbolkan kesucian yang dapat melindungi pemakainya dari
segala kotoran. Hal lain yang tergambar dari kesatuan motif kain tapis adalah
lambang dari kebesaran pencipta alam. Dalam seiap motif kain tapis selalu
digambarkan keindahan alam semesta berupa flora atu fauna. Dengan begitu, para
pemakainya dapat merenungi dan mengakui kebesaran Tuhan dalam menciptakan alam
semesta ini. Tidak hanya kain tapis, komponen lain dalam kelengkapan pakaian
adat lampung juga memiliki falsafah tersendiri. Seperti siger yang dipakai oleh
pengantin perempuan di kepala yang melambangkan kehormatan dan kebesaran adat.
Mahkota ini juga bermakna penghormatan terhadap harkat derajat kaum wanita.
Dalam baju adat Lampung, perempuan dicitrakan sebagai sosok yang dihormati,
lemah lembut, berkepribadian baik juga santun dan hormat pada kaum laki-laki.
Begitupun laki-laki, karakter keperkasaan dan keberanian laki-laki juga
tergambar dari kelengkapan busana laki-laki. Jiwa kepemimpinan laki-laki
tergambar melalui penutup kepala yng melambangkan keteguhan dan kecerdasan
dalam berpirkir.
Sampai saat ini, pakaian adat lampung masih digunakan oleh
masyarakat lampung ataupu masyarkat pendatang dalam acara-acara sacral seperti
resepsi pernikahan. Sebagian masyarakat ulun lampung juga menggunakannya dalam
acara-acara adat yang digelar. Pakaian adat ini juga mengalami banyak
modifikasi sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini tidak mengapa, asalkan
pengembangan ataupun modifikasi tersebut tidak menghilangkan nilai-nilai sacral
yang terkandung di dalam pakaian adat Lampung.
- Pakaian Adat Jawa Tengah
Jawa tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia,
dengan luas wilayah 25,04 % dari Pulau Jawa, Jawa Tengah memiliki potensi alam
yang luar biasa. Tak hanya itu, provinsi ini juga memiliki kekayaan budaya yang
beragam. Provinsi ini berdiri sejak zaman Syarikat Hindia Timur Belanda ini ,
didiami oleh sekitar 30 juta jiwa penduduk yang mayoritas adalah Suku Jawa.
Suku jawa adalah suku asli yang telah mendiami wilayah Jawa Tengah selama
berabad-abad lamanya. Suku jawa juga merupakan etnis terbesar di Indonesia,
orang dari Suku Jawa tidak hanya tersebar di wilayah Pulau Jawa saja tapi juga
ke seluruh wilayah di Indonesia. Walaupun begitu suku jawa dikenal dengan
kekuatan kebudayaannya, khususnya masyarakat Jawa Tengah yang sampai saat ini
masih menjunjung tinggi adat istiadat atau tradisi warisan nenek moyang orang
jawa.
Masyarakat Jawa tengah dikenal
memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap adat istiadat. Hal ini juga
mempengaruhi bagaimana kebudayaan jawa tengah ini terus bertahan hingga dikenal
oleh masyarakat luar jawa. Masyarakat luar jawa dapat dengan mudah mengenali
karakter atau budaya orang jawa tengah. Selain dengan bersosialisasi,
masyarakat Jawa tengah juga mudah dikenali dari busana atau pakaian yang
dikenakan. Masyarakat Jawa tengah memang memiliki kekhasan busana. Busana khas
dari jawa tengah adala kebaya. Walaupun kebaya dikenal di berbagai daerah di
Indonesia tapi Jawa Tengah memilki ciri khas kebaya tersendiri.
Kebaya berasal dari kata abaya dalam bahasa arab yang berarti tunik panjang khas Arab. Kebaya sendiri dipercaya dibawa oleh orang tiongkok ke Indonesia pada masa migrasi besar-besaran melalui semenanjung Asia Selatan dan tenggara di abad ke 13 hingga 16 Masehi. Di jawa tengah sendiri kebaya mengalami akulturasi dengan adat istiadat daerah setempat. Sebelum tahun 1600 Masehi, kebaya hanya digunakan di kalangan kerajaan saja namun setelah belanda masuk ke nusantara dan mengendalikan pemerintahan para wanita belanda juga mulai memakai busana kebaya. Pada masa ini kebaya mengalami modifikasi dari bahan pembuatan yang memakai sutera sampai kepada sulaman yang berwarna-warni. Sejak saat itu kebaya mulai dikenakan oleh seluruh lapisan masyarakat Nusantara tidak terbatas di kalangan kerajaan saja.
Kebaya berasal dari kata abaya dalam bahasa arab yang berarti tunik panjang khas Arab. Kebaya sendiri dipercaya dibawa oleh orang tiongkok ke Indonesia pada masa migrasi besar-besaran melalui semenanjung Asia Selatan dan tenggara di abad ke 13 hingga 16 Masehi. Di jawa tengah sendiri kebaya mengalami akulturasi dengan adat istiadat daerah setempat. Sebelum tahun 1600 Masehi, kebaya hanya digunakan di kalangan kerajaan saja namun setelah belanda masuk ke nusantara dan mengendalikan pemerintahan para wanita belanda juga mulai memakai busana kebaya. Pada masa ini kebaya mengalami modifikasi dari bahan pembuatan yang memakai sutera sampai kepada sulaman yang berwarna-warni. Sejak saat itu kebaya mulai dikenakan oleh seluruh lapisan masyarakat Nusantara tidak terbatas di kalangan kerajaan saja.
Kaum perempuan Jawa tengah biasanya
memakai kebaya sebagi pakaian sehari-hari atau pada acara-acara formal seperti
pernikahan, upaca adat dan acara lainnya. Kekhasan kebaya Jawa Tengah adalah
modelnya yang merupakan model kebaya Solo atau keratin Surakarta. Selain itu,
masyarakat jawa tengah juga mengenal dua jenis kebaya yaitu kebaya pendek dan
kebaya panjang. Kebaya pendek biasanya terbuat dari bahan katun polos berwarna
atau brokat yang bisa juga dihiasi dengan bunga sulam. Kebaya ini juga yang
biasa dipakai oleh perempuan jawa tengah sebagai busana sehari-hari. Jenis
kebaya ini juga dikenal sebagai kebaya RA Kartini yang merupakan tokoh
emansipasi perempuan dari jawa tengah yang dikenal di seluruh Indonesia bahkan
sampai ke luar negeri. Perempuan jawa tengah biasanya memaki kebaya dengan
menambahkan kain berbentuk persegi panjang dengan warna senada sebagai
penyambung kedua sisi kebaya di bagian dada. Dalam memakai kebaya ini,
perempuan jawa tengah melengkapinya dengan kemben sebagai penutup dada dan kain
jarik batik sebagai bawahan serta memakai sanggul atau konde. Sedangkan kebaya
panjang adalah jenis kebaya yang terbuat dari bahan brokat berwarna gelap
seperti hitam dan merah tua, yang dihiasi pita emas di sekitar baju. Pemakaian
kebaya ini juga dilengkapi dengan kain jarik batik berlipat dan selendang.
Kebaya panjang biasa digunakan oleh perempuan jawa tengah pada acara-acara
resmi atau acara adat. Khusus dalam acara pernikahan, kebaya ini digunakan
pengantin dengan dilengkapi aksesoris seperrti tusuk konde emas dan untaian
bunga melati yang dipasang di sanggul pengantin serta sebuah sisir yang
beerbentuk hamper setengah lingkaran yang dipakai di pusat kepala.
Kebaya Jawa tengah tidak semata-mata
busana yang lazim dikenakan oleh perempuan Jawa. Di balik itu, kebaya juga
menyimpan nilai-nilai moral dan nilai filosofis. Secara moral kebaya merupakan
pakaian yang menyimbolkan kepribadian perempuan jawa yang patuh, lemah lembut,
dan halus. Kain jarik yang membebat tubuh sehingga membatasi gerak-gerik
permepuan jawa bermakna bahwa perempuan jawa adalah sosok yang menjaga kesucian
dirinya dalam arti tidak mudah menyerahkan diri kepada siapapun. Bentuk stagen
yang membentuk tubuh bermakna bahwa perempuan jawa adalah sosok yang mampu
menyesuaikan diri. Dari nilai-nilai yang terkandung tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebaya merupakan symbol dari pepatah jawa “dowo ususe” yang
berarti panjang ususnya atau dapat diartikan kesabaran seorang perempuan jawa.
Kini, kebaya mengalami banyak
modifikasi sebagai busana tradisonal yang masih dipertahankan sebagai aset
budaya. Meskipun, kekinian kebaya sudah tidak lazim lagi menjadi pakaian
sehari-hari. Eksistensi kebaya masih bertahan dan terus berkembang sebagai
busana khas Indonesia. Kebaya saat ini juga dikenal dengan istilah kebaya
klasik dan kebaya modern (telah mengalami penyesuaian dan modifikasi dengan
kondisi kekinian). Meskipun begitu kebaya tetap harus menjaga nilai filosofis
yang terkandung di dalamnya karena kebaya adalah symbol dari perempuan jawa.
Pakaian tradisional Jawa Tengah tidak
terpaku pada pakaian kaum perempuan saja. Kaum lelaki jawa tengah juga memiliki
busana sendiri yaitu Jawi Jangkep. Jawi Jangkep merupakan seperangkat pakaian lelaki
jawa yang terdiri dari baju beskap dengan motif kembang-kembang, destar
atau blankon yang digunakan di kepala, kain samping
jarik, stagen untuk mengikat kain samping, dan keris serta alas kaki (cemila).
Pakaian ini adalah pakaian khas Jawa Tengah yang berasal dari pakaian kaum
bangsawan dan keuarga keraton Surakarta. Pakaian ini berfungsi sebagai pakaian
pada acara-acara adat dan acara resmi keratin. Sama halnya dengan kebaya,
pakaian ini merupakan symbol-simbol yang mengandung makna-makna filosofis.
Penutup kepala atau blankon ini bermakna bahwa laki-laki jawa
harus memiliki pikiran yang teguh dan tidak mudah terombang-ambing. Pakaian
beskap selalu memilki benik atau kancing di sbelah kiri dan kanan yang
bermakna, lelaki jawa harus memperhitungkan segala perbuatan yang dilakukan
dengan cermat dan hati-hati. Kain jarik atau wiru jarik yang dipakai dengan melipat pinggiran
secara vertical dengan maksud agara jarik tidak terlepas dari wirunya. Maknya
adalah agar para lekaki jawa jangan sampai melakukukan sesuatu dengan keliru.
Segala hal harus dilakukan dengan benar agar memperoleh hasil yang baik.
Sedangkan keris yang dikenakan di bagian belakang pinggang pakaian ini bermakna
bahwa manusia harus selalu bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan mampu
menolak semua godaan setan yang menyesatkan manusia. Selain itu keris juga
menjadi lambing kejantanan dan keperkasaan seorang lelaki Jawa.
- Pakaian Adat Bali
Pakaian adat Bali
kalau dilihat sekilas terkesan sama. Padahal sebenarnya pakaian adat Bali
sangat bervariasi. Dengan melihat pakaian adat Bali yang dikenakan seseorang
dalam suatu acara, bisa dilihat status ekonomi dan status pernikahannya.
Namun, tak dapat dipungkiri bahwa pakaian adat Bali memiliki keanggunan dan
citra tersendiri.
Setidaknya ada tiga jenis pakaian Adat Bali yang umum dikenakan
oleh masyarakat Bali. Pertama, pakaian adat untuk upacara keagamaan. Kedua,
pakaian adat untuk upacara pernikahan. Dan, ketiga adalah pakaian adat untuk
aktivitas sehari-hari. Pakaian Adat khas Bali ini berbeda antara yang dipakai
oleh laki-laki dan perempuan.
Misalnya pemakaian sanggul ke pura oleh remaja putri. Mereka
memakai sanggul atau pusung gonjer sedangkan untuk perempuan
dewasa (sudah menikah) menggunakan sanggul (pusung tagel).
Busana Agung adalah pakaian adat Bali yang paling mewah. Pakaian adat Bali yang
satu ini biasanya dipakai pada rangkaian acara ‘Potong Gigi’ atau Perkawinan.
Busana Agung mempunyai beberapa variasi tergantung tempat, waktu
dan keadaan. Kain yang digunakan dalam pakain adat Bali yang satu ini adalah
wastra wali khusus untuk upacara atau wastra putih sebagai simbol kesucian.
Tapi, tak jarang pula kain dalam pakaian adat Bali ini diganti dengan kain
songket yang sangat pas untuk mewakili kemewahan atau prestise bagi pemakainya.
Sedangkan untuk laki-laki Bali selain menggunakan kain tersebut
sebagai pakaian adat Bali. Mereka juga memakai kampuh gelagan atau dodot yang
dipakai hingga menutupi dada.
Sementara, perempuan Bali sebelum menggunakan Busana Agung
biasanya menggunakan kain lapis dalam yang disebut sinjang tau tapih untuk
mengatur langkah wanita agar tampak anggun.
Pakaian adat Bali selain mempunyai nilai keindahan, tapi di
dalamnya juga terkadung nilai – nilai filosofis dan simbolik yang
tersembunyi dalam bentuk, fungsi, dan maknanya. Itulah sebabnya dalam pakaian
adat Bali dihiasi oleh berbagai ornamen dan simbol yang mempunyai arti
tersindiri.
Kelengkapan Pakaian Adat Bali
Kelengkapan pakaian adat Bali terdiri dari beberapa item. Item
itu antara lain kamen untuk pria, songket untuk pria dan wanita, udeng untuk
pria dan sanggul lengkap dengan tiaranya untuk wanita. Disamping itu laki-laki
Bali mengenakan keris, sedangkan wanita menggunakan kipas sebagai pelengkapnya.
Berbicara masalah harga, pakaian adat Bali ini sangat
bervariasi. Songket Bali bisa didapatkan dengan varian harga yang sesuai dengan
kemampuan sang pembeli, dimana dimulai dari harga lima ratus ribu hingga jutaan
rupiah untuk yang halus dan berbenang emas. Sedangkan yang biasa dan umum
digunakan masyarakat Bali ada di bawah harga tersebut dan tersedia secara luas
di pasar-pasar tradisional.
Filosofi dalam Pakaian Adat Bali
Pakaian adat Bali menyimpan nilai filosofi yang sangat mendalam.
Filosofi pakaian adat Bali dalam beberapa hal mungkin hampir sama dengan
kebanyakan pakaian adat daerah lain, namun karena Bali juga merupakan salah
satu tempat yang disakralkan dan sudah mendunia, maka filosofi pakaian adat
Bali ikut menjadi penting dalam eksistensinya. Pakaian adat Bali memiliki
standardisasi dalam kelengkapannya.
Pakaian adat Bali lengkap biasanya dikenakan pada upacara adat
dan keagamaan atau upacara perayaan besar. Sedangkan pakaian adat madya
dikenakan saat melakukan ritual sembahyang harian atau pada saat menghadiri
acara yang menggembirakan. Seperti pada saat pesta kelahiran anak, sukses
memperoleh panen atau kelulusan anak dan penyambutan tamu.
Filosofi pakaian adat Bali pada dasarnya bersumber pada ajaran
Sang Hyang Widhi, yakni Tuhan yang diyakini memberikan keteduhan, kedamaian dan
kegembiraan bagi umat Hindu yang mempercayainya.
Setiap daerah memiliki ornamen berbeda yang memiliki arti
simbolis dalam pakaian adatnya masing-masing. Meskipun demikian, pakaian adat
Bali pada dasarnya adalah sama, yakni kepatuhan terhadap Sang Hyang Widhi.
Pakaian ini juga seringkali digunakan untuk membedakan kasta, yang
merupakan buatan manusia itu sendiri. Di hadapan Sang Hyang Widhi, manusia
semua sama derajatnya. Selain sebagai bentuk penghormatan kepada sang pencipta,
pakaian adat Bali adalah suatu bentuk penghormatan kepada tamu yang datang. Ini
adalah hal yang wajar, mengingat jika anda sebagai tamu maka akan merasa
terhormat jika disambut oleh pemilik rumah yang berpakaian bagus dan rapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar